Sabtu, 18 Desember 2010

Cinta bukan “Sampah”

0

Cinta bukan “Sampah”
Cinta adalah anugrah Tuhan YME. Hal yang lumrah terjadi pada manusia. Bodoh sekali seseorang marah karena hal jatuh cinta. Tapi, ada sekelompok orang yang mengibaratkan cinta dengan “Sampah”. Mengapa demikian? Cinta akan terasa indah jika perasaan ini terkoneksi satu sama lain. Jika perasaan ini berpadu maka, cinta akan tubuh dan bersemi. Namun, ada kalanya cinta tidak di mengerti responnya. Seseorang yang merasakan ini akan stress karena cinta. Jika sudah merasa putus asa dan patah hati maka akan mencari sosok lain untuk curhat. Nah, di sini cinta berubah menjadi “Sampah” dan orang yang mendengarkan curhat akan menjadi pendengar yang baik atau “Tong sampah”. Orang yang curhat akan mendapat kenyamanan dan rasa tentram begitu pula sebaliknya yang mendengarkan. Cinta baru kemudian tumbuh dengan mudah. Ada yang mengatakan ini hanya rasa suka saja. Menurut saya, belum tentu. Cinta bisa saja tersebar benih-benihnya di mana pun sesuai kehendak Tuhan. Kisah kasmaran pun di mulai. Cinta yang menjadi “Sampah” ini mengisi cerita baru. Namun, sang pencurhat bisa menjadi “Pembunuh” cinta si “Tong Sampah”. Semudah itu akan melupakan “Tong sampah” yang setia dan kembali kepada orang yang di sukainya lagi. Tapi, Pencurhat tidak pernah memperhatikan perasaan pendengar. Dengan sadis dan menganggap perasaan ini hanya kenyamanan membuat mereka pergi sesuka hati. Nasib “Tong Sampah” sebagai yang kedua. Tapi, untuk “Tong sampah” janganlah berputus asa dan mudah patah hati. Tuhan akan membalas mereka yang menyakiti hati kita sebagai “Tong Sampah” dan masih ada kesempatan kedua untuk kita serta orang yang lebih baik mencintai apa adanya.

Cara Membunuh Orang secara Perlahan

0

Mungkin kita sudah mengenal sebuah istilah didalam kriminal dengan Pembunuhan. Tahukah jika pembunuhan akan mendapat hukuman yang berat apa lagi hukuman pembunuhan berencana. Namun, menurut saya ada pembunuhan yang tersirat dari berbagai kisah kehidupan namun, tak sampai ke meja hukum. Pembunuhan secara perlahan di pikiran. Jiwa dan raga adalah suatu keseimbangan yang sinkron. Pembunuhan pikiran adalah pembunuhan yang terselubung. Pembunuhan ini menekan batin kita. Istilah psikis terganggu karena tekanan inilah yang menjadikan pembunuh bagi yang merasakan penderitaan. Tekanan orang sekitar juga dapat membunuh. Ketidak PeDe atau minder membuat orang tertekan akan stress.pembunuhan ini tidak akan tercium oleh pihak berwajib secara langsung. Hati-hati jika berbicara dan bersikap. Karena, mungkin saja kita jadi pembunuh secara tidak langsung. Jangan menekan perasaan orang lain.

Tips Hadapi “Pembunuhan”
1.Ingat Tuhan YME
2.Percaya Diri
3.Ikhlas
4.Syukur dengan ;pemberian Tuhan
5.Yakin dengan Kondisi diri

Hasil “Pembunuhan”
1.Stress
2.Menjauh dari lingkungan
3.Sedih
4.Labil
5.Bunuh diri
6.nekat

Permainan mu

0

Mungkin aku hanya manusia. .
Yang tak luput dari dosa. . .
Namun, bukan berarti ku tak setia. .
Hingga kau tinggalkan luka. . .

Ku rasa ada yang berubah. .
Waktu kita tak terarah. . .
Di hatimu tak ada rasa bersalah. .
Walau ku mati berdarah. . .

Semua tinggal kenangan. .
Yang harus di hapuskan. .
Menunggu permainan. . .
Kau permainkan. . .

Rabu, 17 Maret 2010

Sakit hati aja

0

Percuma jatuh cinta,,,,
Jika hanya Harapan,,,,
Percuma jika hanya Luka,,,
Luka tanpa kesan,,,

Biar hati membara,,,
Dunia tetap kejam,,,
Semuanya melanda,,,
Dengan kelam,,,

Sunyi senyap,,,
Membawa cerita,,,
Aku sebelah sayap,,,
Yang sudah patah sejak lama,,,,

Sabtu, 06 Maret 2010

Bingung

0

Semua ini membuatku bingung,,,
apa yang sebenarnya terjadi,,,????
aku tak tahu,,,,,
Tuhan,,,,
Tolong aku,,, tentukan indahnya hidupku
yang masih tergantung
tiada binbgung di bawa ke mna....

Kamis, 21 Januari 2010

Ketika cinta dipertanyakan...????

0

Ketika cinta dipertanyakan?
Langit kelabu mengiringi langkah Dyan yang mulai lunglai. Peluhnya sudah bercucuran entah kemana-mana. Ia mulai berlari mengejar mobil tua yang hampir saja menabraknya tadi. Ia berlari sekuat tenaganya. Tapi,laju mobil itu pun agak tersendat melewati jalan kecil yang penuh lumpur di daerah perkampungan padat. Anak-anak berpakaian kumuh terlihat lalu lalang berlari kesana kemari dengan riang tanpa memperdulikan daerah sekitarnya yang penuh kubangan lumpur karena hujan yang baru saja turun. Belakang tubuuh Dyan juga agak kotor karena percikan lumpur yang menempel. Mobil itu lalu berhenti di tengah lapangan yang sangat hijau. Di sini tidak ada seorang anak kecil pun yang bermain. Hanya hamparan rumput yang luas saja yang berada di sekitar jauh pandangan mata memandang. Sungguh jarang dapat melihat pemandangan seperti ini di kota besar. Dyan terpaku sesaat lalu dari arah mobil itu keluarlah seorang kakek tua yang umurnya kira-kira 75 tahun. Langkah kakinya menghampiri Dyan yang baru berusia 15 tahun. Ia lalu tersenyum terhadap Dyan lalu memeluk dan mencium kening Dyan yang basah akan peluhnya. Kakek itu lalu mengusap-usap kepala Dyan dengan sangat lembut sekali.
“ Dyan! Ini adalah lapangan yang dapat menyejukan hati. Jika kamu beruntung kamu akan menemukan harta yang tak ternilai.”
“Jadi? Harta karun? Benarkah itu? Kakek tidak bohongkan sama Dyan?”
“Ia,Dyan! Ayah dan ibumu menemukan harta karun yang sangat beharga di sini. Kamu juga harus dapat menemukan harta itu.”
“Baik,Kakek! Dyan paham! Dyan akan selalu menuruti apa kata kakek. Biar ayah dan ibu selalu sayang sama Dyan walaupun mereka sudah berada di surga.”
Sang kakek tidak dapat lagi berkata-kata. Hanya buliran bening yang menetes dari mata kakek itu. Cucu tunggalnya ia peluk dengan hangatnya walaupun bau keringat bercampur lumpur telah perpadu menjadi satu. Akhirnya,langit ikut kembali menangis.
Dyan dan kakeknya berlari menuju mobil tua yang terpakir di lapangan itu. Sang kakek mencoba menghidupkan mobil tuanya dengan sabar. Dengan perlahan akhirnya mobil tua itu dapat berjalan melintasi perkampungan kumuh itu. Kakek itu membawa mobil itu dengan santai. Keluarga kecil sederhana ini hanya memiliki cinta yang sangat berarti dalam kehidupanya. sebenarnya sang kakek memiliki usaha yang telah ia rintis sejak puluhan tahun lalu tapi,usahanya kini di ambil alih oleh anaknya yang lain yang usianya amat sangat muda sekitar 20 tahunan. Dyan dan kakeknya berniat mengunjungi keluarganya di luar kota. Saat mereka hendak berangkat langit menangis lagi. Karena musim hujan sedang berlangsung. Saat mereka melewati tikungan yang sangat tajam sekali naas mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan mereka di larikan ke rumah sakit oleh warhga sekitar. Dalam kecelakaan itu Dyan harus kehilangan kakek yang selama ini dia sayangi. Ia juga harus kehilangan penglihatannya. Kini,Dyan tidak dapat lagi melihat indahnya dunia.
*****
2 minggu kemudian…
Dyan kini di asuh oleh tantenya yang masih berusia 20 tahunan. Nama tantenya adalah Naksita tapi Dyan lebih senang memanggil tantenya dengan sebutan Sita. Tante Sita sangat sayang sekali terhadap Dyan. Telah bertanya pada seorang dokter ternama untuk menyembuhkan Dyan. Tidak sampai 2 bulan lagi Dyan akan melihat bumi.
“Tante,terimakasih!”
“Dyan sekarang tanggung jawab Tante Sita jadi gak usah berterimakasih.”
“Tante,,,”
Dyan yang seorang diri selalu memegang boneka kelinci yang diberikan oleh sang kakeknya. Setiap sore ia selalu duduk di bawah tangga rumah tantenya. Hari-hari di laluinya dengan semangat baru yang sedang di tanamnya. Kini adalah hari ia dapat melihat kembali ia sangat senang sekali. Ia dan tantenya berjalan menggunakan mobil yang sangat mewah sekali. Hari ini adalah hari operasinya ia sangat senang sekali. Ia akhirnya dapat melihat kembali. Saat di lobi Rumah Sakit ia di suruh tantenya menunggu di kursi yang berada di sekitar sana.
“Dyan… kamu tunggu dulu di sini. Tante mau mengururus administrasi yang ini.”
“Oke,tante…!”
“Dyan jadi anak yang baik ya!”
“Ia tante!’’
Dyan yang polos itu pun duduk dengan manis di kursi. Tiba-tiba dari arah belakang ada yang menusuk-nusuk tubuh Dyan yang sedang duduk santai. Ia asanngat terkejut sekali tapi apa daya ia tidak melihat sama sekali. Hal itu di biarkan saja sampai kejadian itu terulang hingga tiga kali ia sangat geram dan akhirnya emosinya meluap-luap. Ia mulai menegaskan dirinya yang sedang duduk itu.
“Hai,hentikan!”
“Hei,marah ya!”
“Ia,kenapa? Aku sudah bosan. Kamu siapa? Mentang-mentang cowok jadi seenaknya ma cewek ya!”
“Yah,marah nie cewek…”
Duduk di samping Dyan. Cowok yang usianyan sebaya dengan Dyan. Lalu ia memperhatikan gadis manis ini dengan seksama lalu ia tertawa renyah dengan manisnya.
‘Kenapa kamu tertawa? Ada yang Lucu???”
“Gak! Hanya saja kamu lucu ya!”
“LUCU??? Whats meaning of Lucu??? Kamu nyebelin…. “
“Tu kan lucu!(senyum) mata kamu juga indah…”
“…..(Diam terpaku lalu menagis ) Oh,indah….”
“Kenapa kamu menangis???”
“Kamu menyebut mataku indah …. Sedangkan aku gak bisa melihat indahnya dunia.”
“(Setengah kaget) Apa??? Kamu Bu… Buta???”
“Ia sejak 3 bulan lalu. Aku mengalami kecelakaan. Tapi,pada hari ini aku akan menjalankan operasi.”
“Oh…. Aku mendukungmu ya!!!”
“Dukungan??? Kamu siapa sieh???”
“Oh,ya ! kita belum kenalan nama kamu siapa???”
“Nama Aku Dyana Aura Putrisca. Tapi,kamu bisa memanggil aku Dyan. Kamu sendiri siapa? Ngapain di Rumah Sakit…??? Paling jenguk keluarga atau Cek up aja!”
“Apalah artinya sebuah nama Dyan…”
“Curang!(Emosi meningkat) aku sudah memberi tahukan namaku…”
“ia… Ia… (Dengan senyum) Nama aku Putra Ryanne Alfinsya. Tapi,kamu bisa manggil aku Putra usiaku 15 tahun. Aku baru lulus SMP. Dan aku sekarang akan menjadi siswa SMA di kota ini. Hobiku main sepak bola dan favorit makananku Sate ayam aku ke siini dalam rangka jenguk keluarga. Trus… cita-citaku..(Berhenti)”
“Ah,gak peduli ma biodatamu… umur kita sama kok. Percuma aja kamu ke sini kalau Cuma gangguin pasien di sini,Tra! Kamu gak tau rasanya jadi orang sakit sieh…”
“(Diam lalu tersenyum) Ia sieh…. Eh,kayanya tante kamu sudah datang. Aku doakan kamu cepat sembuh ya! Aku tunggu kamu lo. Aku akan ada di sini selama seminggu jadi kita bisa ketemu.”
“(Senyum) janji ya! Jangan nakal !”
Cowok ini langsung pergi dengan tersenyum. Ia melangakah bagaikan kilat. Tapi,dari hidungnya mengalir darah segar makanya ia langsung pergi dari hadapan Dyan. Ia seperti sedang menyembunyikan seuatu.
“Dyan… ayo,Kita ke ruang periksa.”
“ia,tante. Put,aku duluan ya!”
“kamu bicara dengan siapa sayang?”
“Sama Putra. Dia tadi di sini. “
“Gak ada siapa-siapa. Ah,paling kamu khayal doang!’
“Mungkin …. Ya,Mungkin!”
Dyan ternyata tidak menyadari kepergian Putra yang cepat itu. Tapi,Putra telah berjanji terhadap Dyan. Dyan maju selangkah dari tempat duduknya. Mungkin benar kata tantenya yang tadi hanya khayalan Dyan saja. Ia juga beranggapan demikian. Dyan menjalani operasinya pada malam hari. Dan sukses tim medis dan para medis sangat memuasaka di pastikan 3 atau 4 hari lagi Dyan dapat melihat isi dunia. Ia sangat senang sekali. Hari kedua ia tertidur pulas di kamarnya. Ia seperti terjaga dari indahnya malam dan hujan yang turun. Tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara yang membangunkan Dyan dari lelapnya pada malam itu. Suara langkah kaki yang misterius lalu ada tangan halus yang meraba Dyan.
“(dengan halus)Dyan…. Dyan… “
“(perlahan) Putra? Kamu datang?”
“Kan sudah janji.”
“Ini aku bawakan kue buatanku sendiri. Dan aku gak bisa kamu liat nanti saat kamu bis amelihat bumi ini. Maaf ya!’
“Kenapa? Ada apa Putra?”
“Gak… (Agak ragu). Bukannya aku gak nepati Janji. Hanya saja aku harus pergi.”
“Putra… “
“Eh,sudah malam aku pergi dulu ya!”
Putra pergi dari kamarnya Dyan ia hanya pergi seperti angin yang lalu lalang tanpa arah. Sedangkan,Dyan hanya dapat tersenyum. Ia mengira itulah teman khayalnya. Pagi pun tiba dan tantenya datang dengan senyum yang paling ceria sekali.
“Dyan… ini tante bawakan makanan.”
“Ia,tante. “
“Eh,ada makanan kue lagi. Tante minta ya!”
“Kue? Ia deh boleh aja…”
“Wah,enak sekali!”
Tante Sita membersihkan kamar itu dengan senang hati. Dyan menyadari bahwa Putra itu nyata dan dia akan selalu ada. Buktinya kue itu masih ada. Besok,menuurut dr.Andi yang menangani Dyan ia dapat membuka perban pada esok hari. Hari esok yang sangat di nantikan oleh Dyan yang senang sekali.
Hari ini adalah hari yang sangat di harapkan Dyan. Ia akan melihat dunia dan sesuai jadwal dan kehendak Tuhan YME ia dapat melihat dunia lagi. Sungguh senang sekali hati Dyan. Hari ini dia juga telah dapat pulang. Ia membawa barang-barangnya. Ia menunggu di Lobi RS sendirian. Ia sedang menunggu Tante Sita mengambil mobilnya. Ia teringat akan Putra yang tidak bisa datang pada hari itu. Ia sebenarnya menantikan teman barunya itu. Saat ia tertunduk di belakangnya ada IGD dan di dalam IGD ada seorang ana kecil yang terbaring lesu. Itu Putra di dampingi keluarganya. Di ruang dokter terdengar percakapan orang tua Putra bersama sang dokter.
“Jadi,gimana kondisi anak kami?”
“Hmm…. Bapak dan ibu yang sabar,ya!’
“Maksud dokter??? “
“Anak bapak dan fisik sangat sehat sekali. Tapi,disayangkan sekali… ia tidak boleh kecapaian. Ia sebenarnya dalam kondisi yang lemah.”
Putra mendengar percakapan itu. Ia hanya tersenyum saja. Di lobi,Dyan sangat senang akhirnya ia dapat melihat lagi. Ia sudah siap untuk bersekolah lagi. Ia akan bersekolah di salah satu SMP ternama di Kota itu. Sebenarnya ia masih memikirkan Putra. Ia sangat bingung terhadap anak satu itu. Putra datang dengan tiba-tiba dan pergi dengan tiba-tiba pula. Putra yang masih berada dalam pikirannya. Lain halnya dengan Dyan Putra sekarang sedang mempersiapkan keperluan sekolahnya. Ia sangat senang sekali. Ia juga masih memikirkan Dyan. Menurutnya Dyan akan menjadi gadis yang baik dan sopan. Begitulah pikirnya.
*****
Hari ini adalah hari pertama dia sekolah dengan seragamnya yang baru. Ia melangkahi jalan-jalan sekolahnya dengan senang sekali. Anak-anak di tahun ajaran baru juga masih terus berdatangan. Ia kini duduk di bangku kelas 1 SMA. Tepatnya di 10 A. ia sangat senang sekali. Hari-hari di laluinya dengan senang hati. Banyak juga ia memperoleh teman bahkan ia aktif di kegiatan OSIS. Ia menjadi seksi Mading. Suatu hari ia hendak memasang mading yang berada di sekitar lapangan. Ada anak-anak 10 c yang sedang berolah raga lari. Itu tidak mengganggu baginya tapi,tiba-tiba ada yang lari dengan sangat kencang tanpa memperhatiakan arah dan Brukkk… Dyan terjatuh.
“Maaf,ya!”
“Aw,kalo lari liat-liat dong!”
“Ia,maaf! (memandang wajah Dyan) eh,kamu….”
“(kesal)Apa???””
“Dyan??? Dyan… Dyana Aura Putrisca? Ia kan?”
“Ia,kamu kok tau. Eh,padahal kita gak pernah kenal sebelumnya.”
“Masa lupa…? Oh,ya ! aku yang lupa… kita pernah ketemu lo! Aku…”
“PUTRA….. ayo lari!”
“Ia,Pak Heru.”
“Putra? Putra Ryanne Alfinsya…. “
Dyan hanya dapat tersenyum. Ternyata ia dapat bertemu lagi dengan Putra. Dalam hatinya inikah Putra yang pernah mengganggu dia. Ini adalah Putra yang menjenguk dia. Dan ini benar adalah Putra. Tapi,percakapan mereka terhenti karena pak Heru,Guru Olahraga menyuruh Putra lari kembali. Dyan melangkah dengan senyum yang sangat mengembang. Nampak sekali keceriaan yang ada di wajahnya yang lugu itu. Begitu pula dengan Putra yang tersenyum. Dan saat di kantin mereka saling bertemu. Mereka semakin akrab ya,walaupun si Putra tingkahnya sangat menyebalkan sekali. Mereka sering di sindir teman-teman mereka sebagai sepasang kekasih. Tapi,Dyan dengan tegas mengatakan tidak. Saat pulang sekolah pun Putra ada di depan gerbang sekolah menunggu Dyan.
“Dyan….(Menjulurkan Lidahnya) Jelek!!!!’
“PUTRA!!!! “
“Jelekkkk…”
“Aku benci kamu….”
Dyan lari dan menangis sedih sekali. Buliran air matanya tidak bisa tertahan lagi. Ia sebenarnya sangat sayang kepada Putra yang sudah di anggap Sahabatnya itu. Tapi,Putra sering membuat Dyan sakit hati dengan ucapan Putra yang terkadang kasar yang sebenarnya bermaksud untuk bercanda semata. Putra juga merasa bersalah. Tapi,saat Dyan lari ia bertemu Patra yang baik. Ia juga adalah ketua kelas sekaligus ketua OSIS di sekolah.
“Dyan? Jangan nangis…”
“Tra…. Putra kejam.”
“Ia tapi maksudnya hanya bercanda.”
“(matanya yang berkaca-kaca) Patra…. Kamu gak tau sensitifnya hati cewek.”
“(Diam) Tapi,aku tau cara buat cewek gak nangis.”
“Caranya…”
“….. Dengarkan step by stepnya….”
Dengan tiba-tiba Patra memeluk Dyan yang sedang menangis. Dyan pun diam terpaku. Hal itu di lihat Putra yang bermaksud mengejar Dyan. Terkejutlah Dyan dengan hal itu.
“Hmm…. Ingat-ingat ini adalah TEMPAT UMUM.”
“Tra… Putra…. (melepaskan pelukan) gak ini….”
“Kak Patra jangan ambil kesempatan dong! Cewek ini kan masih single…’
“Ia,Putra. Tapi,kamu buat dia nangis.”
“Sudahlah! Ayo,Dyan kita pulang.’
Tangan Dyan di tarik oleh Putra lalu ia hanya dapat meninggalkan Kak Patra seorang diri. Sebenarnya Rumah mereka searah. Namun,Putra gak mau pulang bareng ma Dyan. Putra juga mengikuti exkul Futsal. Minggu depan kelasnya akan bertanding melawan kelas 11 IPA B yang berarti ia akan berhadapan dengan Patra. Putra sangat menantikan saat itu. Sehari sebelum pertandingan ia pke RS dan kebetulan sekali ia bertemu dr.Andi. mereka sangat akrab sekali.
“ jadi dr.Andi mau menonton pertandingan Futsal Putra?”
“Wah,dokter ingin sekali. Tapi,saya gak bisa. Putra terus jaga kesehatan ya!”
“Oo… tenang aja! Saya akan terus menjaga kesehatan saya. Kan saya sudah bertekad ingin jadi dokter.”
“Putra…. Putra….”
Sang dokter lalu berlalu. Kebetulan lagi Dyan juga berada di RS dan ia bertemu dengan Putra. Ia melihat Putra keluar dari Apotek dan membawa berbagai macam jenis obat-obatan.
“Weitzzz….Putra besok tanding lawan kak Patra ya?”
“Ah,Dyan! Ia… dukung aku ya!”
“Kamu??? Mending kak Patra yang aku dukung.”
“terserah kamu…”
“Marah ya???”
“Enggak…”
“Kamu banyak bawa obat… liat dong!”
Dengan sigapnya Putra membawa obat itu dan memalingkannya agar tidak terlihat oleh Dyan. Dyan bingung dengan sikap Putra. Tapi,ia tidak curiga dengan sikap Putra.
“Hayo… obat apa itu???”
“Ini….”
“Pasti vitamin. Atau suplemen buat stamina kamu.’
“Ia. Kamu ngapain di sini?”
“Aku ngecek mata.”
“Owh…. Jalan yuk!’”
“Kemana?”
“Ayo….”
Putra menarik tangan halus Dyan yang masih bingung dengan sikap Putra. Putra mengajak Dyan ke belakang RS di sana ada taman yang sangat indah sekali. Taman yang banyak kupu-kupu. Putra menceritakan banyak hal tentang RS itu. Putra sepertinya hafal betul dengan lokasi manapun di rumah sakit itu.
“Kamu tau gak?”
“Apa,Tra.”
“Di belakang RS ini ada perkampungan dan tepat di delakang air mancur itu ada lapangan sepak bola yangh besar sekali. Aku sering berlatih di sana dan di dekatnya juga ada danau yang sangat indah. “
“Apakah ini….”
“Apa,Dy?”
Putra menarik tangan Dyan. Mereka mengelilingi taman RS dan ternyata benar sekali di belakang air mancur itu ada lapangan yang sangat luas. Astaga,inilah lapangan yang dulu ia sering jumpa bersama kakeknya. Ia ingat jika lapangan ini akan membawa kebahagiaan karena ini adalah lapangan hijau yang mempersatukan orang tuanya. Ia tersenyum lalu buliran air matanya menetes karena terharu. Anak-anak kampung juga bermain bola dan layangan di sini. Putra juga tampaknya akrab sekali dengan tempat ini. Dyan melihat tawa manis Putra yang bermain bola bersama anak-anak yang sangat ceria sekali. Tapi,ponsel Dyan berbunyi dan ada pesan masuk dari Tante Sita. Ia harus segera menuju lobi karena tantenya sedang menunggunya. Tidak ingin mengecewakan tantenya ia pegi dari tempat itu.
“Putra… aku duluan.”
“apa? (menghampiri Dyan) baiklah. Jangan lupa besok dukung aku.”
“Putra.. (senyum pasti) Oke!”
“(mengembang senyum) trims…”
Tapi,tiba-tiba darah mengalit dari hidung Putra.
“Put,kenapa?”
“Oh,ini! Gak apa Cuma mimisan… ntar hilang kok!”
“baiklah… kamu hati-hati ya! Aku duluan….”
“ia….”
“…. Dadah….’
Dyan pergi meninggalkan Putra seorang diri bersama anak-anak kampung. Dyan merasa ada yang aneh dengan Putra. Tapi,sudahlah ia masih fokus dengan ujian kenaikan kelas. Hari yang di tunggu tiba. Hari ini pertandingan futsal antar kelas 10 C vs 11 IPA B. tapi,hari ini juga sangat membingungkan bagi Dyan. Ia bingung harus dukung Putra atau kak Patra. Tapi,pertandingan ini memang harus sportif. Pertandingan pun di mulai. Pertandingan ini sangat menegangkan di menit 5,11 IPA B sudah mencetak angka lal di susul di menit 12 Putra mencetak angka. Babak kedua juga sangat gesit sekali. Sewaktu Putra hendak menendang bola ia di tabrak dengan kasar oleh anak-anak 11 IPA B dan ia terjatuh anak-anak 11 IPA b berhasil mencetak angka dan menjadi pemenang dalam pertandingan ini. Putra belum bangkit dari tengah lapangan. Apakah ia pingsan? Hati Dyan terus bertanya-tanya. Dyan lalu menuju ketengah lapangan. Dengan lari kecil ia menghampiri Putra..
“Tra… kamu gak apa?”
“Gak kok….”
“Eh,mulut kamu berdarah…”
“Ha? Pantesan rasanya asin… hehehe…”
“Putra… (mata berkaca-kaca) sempatnya kamu tertawa…”
“Gak apa. Lo bukan gini bukan cowok namanya. Memang akunya aja yang lemah. Kena sepatu lawan.”
“Ini namanya gak sportif pertandingan harus di ulang.”
“Gak usah!”
Patra langsung datang menghampiri arah mereka. Ia tersenyum dengan wajah yang gak mendukung banget dengan ini semua.
‘’Kak Patra ini namanya curang.,,!’
“Ia… Dyan! Tra,kamulah pemenangnya yang sejati karena kamu spotif mainnya.”
“Kak Patra……. Putra gak mau menang karena kasihan dari seorang cewek.”
Putra bangkit lalu pergi meninggalkan mereka. Dyan kemudian juga ikut berlalu dari lapangan tinggalah Patra sendirian di lapangan. Seperti tiada lagi cerita di kerumunan keramaian orang. Seminggu telah berlalu ulangan kenaikan kelas telah tiba. Semua anak-anak sangat sibuk sekali dalam mengerjakan soal. Adapula yang menyontek dan mengerpek. Yah,namanya juga pelajar. Ulangan di kelas Dyan berlangsung dengan tenang. Dyan sangat fokus sekali dengan ulangannya tapi,ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dan ia sangat kaget sekali. Ponselnya sempat di sita guru. Tapi,akhirnya di kembalikan lagi. Ternyata ada pesan masuk dan itu dari Patra dan Putra. Isi pesan itu hampir sama.

Dear Dyan
From Kak Patra
Dyan setelah ulangan selesai aku tunggu kamu di kantin. Aku ingin kita jalan dan nonton hari minggu nanti.

Dear Dyan
By Putra
Dyan aku tahu sering jail ma kamu. Jadi untuk itu semua aku undang kamu buat kue di rumahku hari sabtu besok jam 2. Aku tunggu ya… ^^


Dyan sangat senang sekali. Tepat pada hari sabtu ia datang kerumah Putra. Ia di jamu oleh orang tua Putra dengan sangat baik sekali. Mereka menganggap Dyan seperti anak mereka sendiri. Ternyata adalah putra tunggal dari keluarga ini. Putra nampaknya sangat mahir sekali memasak. Apalagi kue. Dyan sering dibuatkan kue oleh Putra. Sehingga kue buatan Putra menjadi makana favoritnya. Berat badan Dyan pun ikut naik tapi tetap stabil. Mereka di dapur asyik sekali membuat cake. Sungguh,pemandangan yang tak biasa bagi orangtua Putra. Setelah berhasil membuat kue mereka makan siang bareng. Hari ini di lalui Dyan dengan gembira. Ia juga membawa sisa kue untuk di makan di rumahnya. Ia sangat senang sekali. Kebetulan juga senin depan adalah hari penentuan kelas. Ia sangat senang sekali. Dyan memeluk boneka kelinci dari kakeknya. Ia tertawa sendirian di kamarnya. Hal itu membuat tante Sita tersenyum saja. Keesokan paginya,ia bersiap-siap hendak berangkat jogging bareng Putra. Ia sangat senang bisa melakukan hal itu. Ia lari tapi,langkah kakinya kalah cepat dengan langkah kaki Putra.
“Ayo,Dy!”
“Capek,Tra!”
“Ayo… biar lemak dalam tubuh hilang.”
“Dasar kurus….”
Mereka berlari lagi bersama-sama. Setelah kecapaian mereka sarapan bubur ayam di taman kota. Mereka seperti senang-senang. Setelah menyantap itu mereka lalu pulang kerumah. Setelah sampai rumah Dyan bersiap-siap berangkat nonton bareng kak Patra. Ia di jemput Kak Patra sekitar pukul 2 siang. Mereka pergi menggunakan sepeda motor. Mereka menghabiskan waktu menunggu film dengan makan.
“Kak Patra tadi tau gak Dyan jalan ma Putra. Putra itu larinya cepat banget.”
“Oh,Begitu!”
“Ia… Putra itu….”
Dyan terus saja membicarakan semua hal tentang Putra. Putra dan Putra sampai-sampai saat menonton film saja mereka memokuskan cerita pada Putra. Seharian jalan ada saja nama Putra di sebut Dyan. Mereka akhirnya selesai menonton film. Patra pun mengantarkan Dyan pulang.
“Dadah kakak…”
“Dah,Dyan!”
Dyan masuk rumah tanpa mengajak Patra masuk terlebih dahulu. Patra sebenarnya agak kecewa dengan semua hal yang dikatakan Dyan tadi. Ia melajukan kendaraannya dengan cepat sekali.
“Dyan… kenapa di pikiranmu hanya ada Putra dan Putra… gak taukah kamu di sini aku sayang kamu…” ucap Patra yang terus melajukan kendaraannya dengan kencang. Dan… brukkk….. kendaraannya di tabrak sebuah mobil yang melintas di jalan raya. Patra di larikan kerumah sakit. Keesokan paginya,Dyan yang santai melangkah lalu di datangi kerumunan anak OSIS. Ia bingung sekali.
“Dyan… ketua osis… kecelakaan tadi malam.”
“Kapan? Kemarin aku baru jalan ma dia. Gak mungkinlah Yan!”
“Tapi,beneran,,,, Ryan gak mungkin bohong.”
“Felis… kamu kok belain Ryan sih?”
“Sudah… sudah… Felisha… Dyan… ini berita benar ayo kita jenguk dia nanti sepulang sekolah.”
“Baiklah….”
Sepulang sekolah mereka datang ke RS menggunakan mobil milik Ryan. Sebenarnya sekolah sedang libur seminggu hanya saja karena ada urusan OSIS mereka para pengurus Osis harus datang ke sekolah. Saat mereka ke RS mereka terkena macet yang cukup panjang. Hampir 3 jam mereka terjebak macet. Akhirnya sampailah mereka di RS. Nampak Patra yang sedang makan bubur di suapi mamanya. Mamanya yang ramah lalu mempersilahkan teman-temannya masuk ke dalam kamar perawatan Patra. Ibunya menghindar dari semua teman-temannya lalu pergi seperti anngin yang sengaja lewat. Patra nampak kesakitan mengingat kakinya yang patah. Dyan mencoba duduk di samping Patra lalu dia menatap mata Patra dengan tajam. Teman-temannya hanya memperhatikan dengan tegas saja. Lalu Felisha dan Ryan keluar dari kamar itu. Kini,hanya tinggal Dyan dan Patra saja yang berada diruangan itu. Hampir 15 menit berlalu tapi tiada suar ayang terdengar dari ruangan itu. Suara detak jam saja terdengar cukup jelas karena sepinya ruangan itu. Barulah keluar kata-kata dari mulut Patra.
“Dyan…”
“Ya,kak….”
“… kamu kesini tumben gak bawa Putra.”
“Kakak ini bicara apa? Yang penting di sini sudah ada Dyan…”
“Dy… aku …. Aku…”
“Kakak kenapa? Ungkapin apa ?”
“Se… Sebenarnya aku.. aku suka…(mulai ragu)… suka kamu…”
“(diam terpana)… Su…suka?”
“Ia… kamu mau jadi pacar kakak?”
“Dyan… Dyan…(Senyum) Apa kakak gak salah?”
“Gak mungkin kakak salah…”
Sebenarnya Dyan ragu akan hal yang baru saja di ungkapkan oleh Patra. Ia masih memikirkan Putra. Ternyata di dalam hati kecilnya ada perasaan sayang yang lebih daripada teman ataupun sahabat terhadap Putra. Tapi,ia juga bingung akan perasaanya terhadap Patra. Jadi dengan ragu ia menerima Patra sebagai kekasihnya.
“Ia…kak! Dyan sayang kakak…(memeluk Patra)”
Teman-temannya lalu masuk dari arah depan lalu bertepuk tangan terhadap mereka berdua. Mereka yang malu-malu segera melepaskan kehangatan yang baru saja terajut mesra itu. Semua yang berada di ruangan itu kini penuh tawa dan senyum saja. Disisi lain RS ternyata ada Putra yang sedang cek up. Terdengar dari ruangan dokter ada percakapan yang terdengar antara dr.Andi dan Putra.
“Gimana dok? Jauh lebih baik bukan?”
“(menghela nafas) Putra… kamu minggu-minggu ini ada mengalami kelelahan?”
“Hmm… kayanya gak deh! Cuma main bola aja…”
“Tapi,dalam akhir-akhir ini ada pendarahan yang berlangsung?”
“….(berfikir sejenak) Cuma mimisan aja. Biasa aja! Yang pasti dokter gak usah khawatir. Putra akan terus pantau kesehatan Putra. Kan cita-cita Putra jadi dokter.”
“Putra semangatmu memang bagus(senyum). Tapi,dalam minggu ini kamu mengalami kondisi lemas dan mulai lelah. Serta haemoglobin menurun sehingga telapak tanganmu memutih. Saya khawatir dengan itu.”
“Dokter… Dokter gak usah khawatir. “
Putra pergi dari ruangan itu. Ia segera pergi menggunakan mobilnya. Ia tidak dapat menutupi buliran air yang kini telah mengalir di matanya. Matanya mulai sembab. Ia lalu berhenti di tengah jalan. Tubuhnya serasa demam tinggi. Matanya berkunang-kunang. Pandangannya sudah tak terarah lagi. Keseimbangannya pun mulai menghilang. Tak ada lagi yang dapat di lihatnya. Dan ia mengambil ponselnya dan ia menghubungi ibunya.
“Mama… Putra pulang mungkin akak telat..”
“Kenapa,sayang!”
“Gak apa. Putra cuman… agh…”
“Sayang kamu kenapa???”
“Gak apa Ma!”
“Bener sayang???”
“Ia…”
“Hati-hati…(mulai khawatir) sayang!”
“Ia…”
Tut..tut…tut… suara bunyi panggilan yang telah di akhiri olehnya. Sebenarnya dia ingin sekali mengatakan jika dadanya mulai sesak. Mamanya hampir saja khawatir akan hal itu. Tapi,tidak ada yang dapat memahami jalan pikirannya tersebut. Semuanya hanya dapat diam menatapnya. Sedangkan di RS,Patra sangat senang sekali. Semu ateman-temannya datang menjenguk ada teman-teman OSIS,futsal,teman sekelas dan teman-temanny ayang masih banyak lagi. Semuanya datang. Dyan juga senang sekali. Apalagi keduanya baru merajut kasih kurang dari 3 jam lamanya. Mereka tertawa dengan ceria dan bahagiapun sangat berarti walalu berada di RS. Ibu dari Patra mengajak Dyan keluar dari kamarnya. Lalu ia seperti berbisik kepada Dyan si gadis manis itu.
“Dy,kamu sayang sama Patra?”
“…Ha? Kenapa tante?”
“Dy,tante harap kamu dapat sayang sama Patra seperti Patra sayang kepaddamu.(senyum) ia,Dyan janji? Buat Patra bahagia.”
“…(agak ragu-ragu)hmm… ia tante….”
Dyan langsung tersenyum lebar. Manisnya senyumnya sangat indah sekali. Nampak kebahagiaan yang mewarnai ceria hidup barunya. Tapi,ia tersadar akan lupanya dirinya kepada Putra. Putra dan dia telah berjanji akan bertemu di taman alias lapangan RS di mana mereka bermain. Jadi,Dyan meminta ijin untuk pulang.
“Tante… Dy pulang dulu. Nanti orang rumah bingung,sudah sore pula.”
“Ia,Dy. Makasih sudah nemani Patra. Patra pasti senang sekali. “
“Ya,tante.”
“hati-hati,sayang!”
Dyan pergi dari ruangan itu. Ia berjalan agak cepat dari biasanya untuk menunggu Patra. Ia yang belum punya SIM mengendarai angkot. Ia menuju permukiman padat itu. Lalu dengan lewati berbagai kubangan lumpur. Maklum habis hujan,jadi becek. Begitulah perkampungan padat di kota besar.ada kursi panjang di tengah lapangan itu. Dyan menunggu di kursi itu. Ia menungu seorang diri bersama kesendirian. Tak lupa kado istimewa telah ia siapkan. Ia iangat hari ini adalah hari Ulang tahun Putra. Ia masih menunggu. Tapi,tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Ia lalu menuju tepi taman RS. Tapi,hingga sore sekali Putra tidak datang juga. Dengan kesal bercampur sabar ia sudah merasa kedinginan. Ia lalu meninggalkan bungkus kado berwarna biru itu dengan pita putih yang indah.
“Terlalu…PUTRA…. Jika janji gak mau nepati…” ungkap Dyan di dalm hatinya yang masih saja menggerutu. Ia lalu pergi,dan dengan basah kuyup ia pergi dengan berlari menuju belakang RS lalu pulang lewat RS. Ia memanggil taksi dan pergi begitu saja. Di tengah jalan,Putra sadar ia punya janji dengan Dyan,ia sebenarnya tadi pinsan atau tertidur di pinggir jalan ia juga tidak sadar. Ia dengan cepat menuju lapangan. Tapi,di tengah hujan itu taksi yang di tumpangi Dyan berselisih dengan mobil Putra. Dyan menyadari itu mobil Putra.
“Putra…. Ah,dia bohong juga!”
Dyan tetap melanjutkan perjalanannya. Sedangkan Putra,ia langsung berlari di lapangan itu mencari Dyan. Di tengah hujan itu,ia lalu menuju bangku yang berada di lapangan. Ia melihat ada bungkus kado bewarna biru dengan pita putih. Ia lalu mengambil kado itu.
“Happy Birthday,Friend!... Dyan… berarti kamu datang…..”
Putra lalu tersenyum lalu kembali pulang kerumahnya. Tapi,ia sebelumnya sempat mengirim pesan singkat kepada Dyan,dengan isi yang bermaksud minta maaf pada Dyan. Ia tidak bermaksud membatalkan janji dengannya. Ia mencoba mencari banyak alasan.
Malam pun tiba. Ternyata ponsel Dyan telah lama mati. Mungkin tadi lowbat itulah pikirnya. Tapi,setelah itu ia charge kembali ponselnya. Setelah itu ia aktifkan dan teet..teet… bunyi ponselnya berbunyi tan da pesan masuk. Ada 3 pesan masuk di ponselnya.
“Weh,ada pesan masuk. 3 lagi,pertama Kak Patra,Putra dan terakhir,,,, Putra lagi??? “
Ia sebenarnya agak males membaca ponselnya. Tapi,akhirnya ia baca juga pesan itu. Pertama dari Patra lalu Putra.“Dari kak Patra… Adek makasih sudah sayang sama kakak. Trus Putra…. Apa? Sms kosong… eh,yang kedua ada… Dy,maafin aku… tadi ban mobil pecah harus di bawa ke bengkel.”
Ia berfikir sejenak,”Telpon aku kek dasar teman yang aneh…” Dyan lalu mematikan ponselnya lagi. Ia lalu bersiap-siap untuk tidur.
*****
Hari ini adalh hari pertama kenaikan kelas. Sesuai harapan yang sangat Dyan inginkan dia mendapat kelas yang ia inginkan. 11 IPA 1,yah kelas harapannya. Ia sudah seminggu ini tidak tahu keadaan Putra. Kini,hanya Patra saja yangg ia tahui kabarnya. Maklum,ia selalu mendapat telepon dari Patra selama berada di RS. Pagi ini ia segera ambil pilih kelas. Ia duduk tepat di depan guru. Jam bunyi tanda masuk telah berbunyi. Semua anak-anak sudah ramai berada di dalam kelas. Saat guru masuk ternyata ada bangku yang kosong. Dengan sabar,guru itu bertanya pada siswanya.
“Selamat datang di kelas ini,nama saya Pak Samsianuddin tapi,kalian bisa memanggil saya pak Sam. Saya ingin bertanya siapa yang belum hadir di kelas ini????”
semua anak saling memandang satu sama lain. Ternyata ada seorang siswa yang mengancungkan tangannya.
“Putra,Pak. Anak 10 c.”
“Putra…” kata Dyan kaget. Ini Putra temannya yang dulu menyebalkan itu.
“Nama lengkapnya siapa???”
“Putra Ryanne Alfinsya…”
“oh,anak itu...”
Pak Sam lalu melanjutkan perkenalan denganpara siswanya. Tapi,hati Dyan bertanya – tanya di mana Putra? Ah, ia mencoba tak ambil pusing. Tapi,tidak berapa lama kemudian ada suara ketukan pintu yang ternyata itu adalah Putra.
“Maaf,pak! “
“hmm…(dengan wajah yang agak galak) kamu,Putra?”
“Ia….ia pak(takut)”
“Baik,duduk.”
Putra langsung mengambil tempat duduk Yang terlihat kosong. Tubuhnya Nampak berpeluh seperti orang yang hampir mati. Ia langsung duduk di samping temannya,Awan.
“Gila.lo! masa jam segini baru turun sekolah…”
“Awan,gue tadi…..”
“Sudah jangan ribut” suara pak Sam yang mengerikan terdengar menggema seluruh kelas. Semuua anak-anak langsung tertawa. Hanya wajah masam yang terekam oleh Dyan melihat Putra. Tapi,ada pula senyumnya keluar sedikit menunjukan aura keindahannya. Putra seperti menggerutu dengan tawaan teman-temannya itu.
*****
Hari-hari di lalui Patra dan Dyan dengan bahagia. Hampir 5 bulan berlalu. Mulai jalan,nonton dan urusan OSIS yang di bumbui kemesraan. Semua teman-temannya tahu. Termasuk Putra. Putra yang mengetahui hal itu awalnya biasa saja namun,setelah melihat kemesraan yang di lalui Dyan dan Patra ada rasa cemburu karena sahabatnya telah di ambil. Sampai suatu hari,Putra mengajak jalan Dyan karena kebetulah Dyan berulang tahun yang 16 tahun. Ia lalu menelpon Dyan. Tapi,semua tak seperti yang diharapkannya.
“Halo,Dy?”
“Ya? Ini ada apa Tra?”
“Hmm… besok kan ultah kamu! Jalan yuk…?”
“Gimana ya???(ragu-ragu) aku sudah ada janji tuh!”
“Sama Patra?”
“Tepat banget,sobat! Sory,yaw!”
“….(agak kesal)…. Ya,sudah deh! Salam buat kak Patra… moga kalian bahagia.”
“… (bingung)… kamu kok marah sih?”
“Sudah hampir 5 bulan ini kita gak ada waktu bareng…(memucak emosinya) Dy,kangen! “
“Kita satu kelas aja tu…(Mulai bosan) sudah na! aku ngantuk mau tidur….”
“Dy… kamu berubah….”
“Whatever….(menutup telepon) tutt…. Tutt…..”
Putra lalu membanting ponselnya tanpa banyak berfikir lagi. Ia bingung pada sahabatnya itu. Ia iangin sekali bersama. Sebenarnya ada perasaan sayang alias sukanya pada Dyan. Tapi,ia tidak ingin melukai Dyan. Tapi,Dyan sudah bahagia denganPatra. Putra mencoba melespakan Dyan yang sangat ia cintai. Ia menyadari akan hal itu tapi,ia akan menunggu besok pada saat waktunya tiba. Entah kapan dan tempatnya yang tak pernah ia tahu. Semua hanya kehendak Tuhan untuk menggerakan keberanian hatinya. Ia lalu mengambil boneka kellinci yang telah ia beli tadi saat mampir di toko untuk membeli bahan-bahan membuat kue. Ia ingin membuat kue tart untuk Dyan. Ia membela membuatnya hingga tengah malam. Ia juga masih menyimpan kado dari Dyan yaitu sebuah gantungan ponsel yang berbentuk sebuah bola. Dyan tahu benar kalau Putra memang penggemar futsal yang sangat fanatik. Putra hanya senyum memandangi itu semua. Kue itu telah siap. Ia juga menaruh kado yang indah di dalam tengah kue itu. Tak lupa kartu ucapan yang indah ia selipkan di dalam kado mungil itu. Dia juga membuat puisi indah yang ia selipkan dan pernyataan hatinya pada Dyan. Ia amat berharap pada potongan pertama Dyan membaca itu semua. Waktunya kini mulai terbatas untuk itu semua. Semuanya telah ia sadari betul. Masih ada hal yang harus ia kerjakan.
Hari yang di nanti tiba. Hari ini tepat 16 tahun usia Dyan. Dyan amat bahagia sekali. Pesta kebun telah dipersiapkan Tantenya dan tunangan tantenya.. Jam `20.00 malam ini pestanya akan di mulai,namun untuk siang ini ia telah mempunyai janji dengan kak Patra. Tapi,sebelumnya pagi tadi ada kue buatan Putra telah datang di kirimkan.
“Tante… Dyan berangkat..”
“Dyan…. Tunggu!”
“Ada apa?”
“Ada kue kiriman buat kamu…”
“Dari siapa?”
“Tidak ada nama pengirimnya tapi di sini tertulis…Selamat ulang tahun …. Semoga kamu bahagia….never forget me,Dy! If u forgot me…. I’m can death….”
“Putra…. Oh,makasih tante. Dayan berangkat dulu…”
Dyan lalu pergi sambil membawa kue itu. Sangat senang sekali Dyan. Ia sengaja tak membuka kue itu dengan alasan ia ingin makan bareng Patra. Jadi,ia tetap membungkus kue itu. Lalu tidak berapa lama kemudian Patra datang mennjemput. Setelah izin mereka langsung jalan menuju danau dekat kota. Mereka pergi menggunakan sepeda motor. Suasana menawan sangat tergambar pada mereka berdua. Saat kue itu di buka Patra ikut senang. Lalu saat di potong ada kado di dalamnya.
“wah,ada kado!”
“ia,ayo buka. Tapi,kamu cuci dulu di sana.”
“Ia….” Dyan lari mencuci kado itu ke pinggir danau yang sangat indah. Saat Patra memakan kue ia mendapat kejutan berupa gulungan kertas. Ia buka itu ternyata dari Putra. Tanpa ijin Dyan ia membukanya.
“Eh… ada yang nyangkut… eit,kertas…. Eh,ada isinya… dari Putra toh. Baca ah! Dyan kan cewek aku jadi ga ada salahnya juga…..Hy,Dy! Ini aku Putra. Kamu pasti tahu kue ini buatan aku hanya untuk mu….. wah,sombong banget ni Putra. Baru kue… eh,lanjut deh bacanya…. Dy,aku harap kamu bahagia dengan Patra. Dy,ultah mu yang ke 16 ini aku mau ngungkapin perasaan ku yang sebenarnya kekamu…. Sejak kita bertemu… di RS memang aku agak bodoh. Tapi,kemarahan mu awal itu padaku buatku penasaran padamu…. Aku tidak tahu sama sekali siapa kamu… tanpa sepengetahuanmu aku sempat memandang mata indahmu… aku tidak tahu dulu kamu pernah Buta. Tapi,walaupun begitu aku tetap sayang padamu,,,, kapanpun…. Never forever,Dy. I love u so much… waktuku memang harus segera berakhir tapi,,,, cintaku padamu tak akan berakhir…… Putra….” Geram sekali Patra mengetahui hal itu. Tapi,ia mencoba menyembunyikannya kepada Dyan yang baru datang itu.
“Kenapa? Kok diam aja???”
“Oh,gak apa! Eh,kadonya ini kutaruh di sini aja ya!”
“kamu kenapa?”
“(diam)… eh,ga apa! Mama nelpon… jadi aku harus segera pergi… kamu naik taksi aja… ini uangnya…”
“Patra…. Maksudmu apa???(mata berkaca-kaca) Ini ulang tahunku…. Kenapa kamu mau meneteskan air mata ini?”
“Dy,maaf! Tapi,ini demi kebaikan kita….”
Patra meninggalkan Dyan seorang diri akhirnya Dyan sendiri saja di tepi danau yang sangat indah itu. Angin membelai seakan membalut tubuh dan buliran air mata Dyan yang bingung dengan hal yang tak oernah ia ketahui. Semuanya bagaikan petir di tengah bolong yang membuat semuanya membingungkan sekali untuk Dyan. Angsa pun yang semula berenang kini terbang dan meninggalkan sejuta kedinginan den sepi yang menemani. Padahal ini tepat Ultahnya namun semua ini adalah cobaan yang berat baginya.
*****
Malam pun tibadengan gaun putih yang indah itu Dia sungguh gelisah. Apakah dua orang yang ia nanti akan datang? Semuanya hanya pertanyaan yang menghantuinya. Kado dari Putra adalah kalung yang berliontin sebuah cincin dan di sana terukir tulisan “Dye” sedang dari Patra adalah Cincin yang bertulisan “Dyana”. Dan itu telah di kenakannya. Ia menanti pada malam itu. Ia sangat bahagia sekali mengetahui Patra datang. Pesta pun diadakan dengan meriah semua temannya datang tapi,hanya Putra yang tidak datang. Tapi,hal itu tidak dapat mengganggu kebahagiaan Dyan selama ini. Malam itu di lalui dengan indah. Semuanya merasa senang. Setelah malam itu di lalui,Dyan sangat bahagia. Hidupnya seakan melayang meraih cita. Malam itu pula ia tertidur amat pulas. Selimut bagaikan awan yang berada di langit.
Dyan….. dyan…. Dyan….. selamat ulang tahun…. Kamu semakin manis saja! Hehehe…. Tapi,kamu melupakan sesuatu….. kakek sudah pernah bilang ketika cinta di pertanyakan…. Kamu harus menjawab semuanya……
“KAKEEKKKK…….. huah….huhhhh!” ternyata semua itu hanya mimpi. Dyan dengan nafas ngos-ngosan nampak melihat arah jam. Ternyata barujam dua pagi. Baginya itu adalah mimpi yang aneh tapi,bisa juga isyarat dari sang kakek yang memberikan pernyataan lewat mimpi.
“Cinta??? Apa maksudnyaaaaa?”
“Kamu kenapa?”
“Sherly,kamu tau gak maksudnya”Ketika cinta diperrtanyakan”??? aku gak paham???”
“Dyan…. Masa gitu aja gak tau,,,”
“Memang gak tau…”
“Maksudnya itu…. Saat ini kamu sedang dalam fase pencaharian cinta kamu. Kamu jadian sama Patra karena apa?”
“Gak tau….”
“nah,sekarang itu cinta kamu di pertanyakan …..”
“Masih ga paham….”
“Neng hidup jaman apa sih???”
“Ayolah,Sher!”
“Sekarang kamu harus memilih PATRA atau orang lain…”
“Orang lain???”
“Yupss…. Jangan-jangan Si Putra…”
“What??? Put… Putra??? Jangan ngaur….”
“Hehehe…. Canda aja tu….”
Sherly lalu meningalkan Dyan yang berada di depan perpustakaan. Lalu,datanglah Patra. Patra lalu mengajak jalan Dyan ikut ke kantin. Mereka makan. Tapi,Patra tahu ada yang aneh dengan Dyan. Dyan sebenarnya masih memikirkan kata “Ketika cinta di pertanyakan” apakah yang terjadi pada dirinya. Apakah ia tidak bisa sayang dengan Patra yang selalu ada atau pada Putra yang super nyebelin tapi ada hal istimewa padanya yang selalu bisa tertawa. Sungguh membingungkan sekali baginya tapi,ia sangat yakin tidak bisa mencintai Patra sebenarnya ia juga ragu. Ia hanya menganggap Patra sebagai kakaknya tidak lebih. Tapi,dengan Putra ia juga merasa sahabat walaupun ia sadar ia sayang pada Putra. Bingung selalu dalam pikirannya.
“Dy,kamu gak apa?”
“Gak apa?”
“Putra mana ya?”
“Putra???”
“Ia….”
“Jangan bahas dia.”
“Kenapa??”
“Sudahlah….”
Patra meninggalkan Dyan ia tahu Putra memiliki rasa yang lebih kepada Dyan. Ia sebenarnya tidak terima tapi,ia tidak ingin Dyan tahu semua itu. Semua hanya jadi rahasianya. Dyan mengambek juga kepada Putra dan Patra. Semuanya ia anggap menyebalkan. Tapi,saat ia pulang sekolah ia melihat Putra. Putra hampir seminggu ini tidak masuk sekolah dengan alasan sakit. Tapi,Dyan melihat Putra dalam keadaan yang sehat. Ia langsung mendatangi Putra.
“Hai,Putra!”
“Dye….?”
“Ia… katanya sakit…kok masih aja keliaran….”
“OH… anu,,,,anu,,,,,”
“Anu… anu… traktir dong! Lama nie gak jalan…”
Putra tersenyum lalu menarik tangan Dyan. Mereka segera masuk mobil. Mereka mendatangi berbagai tempat hiburan yang berada di kota. Dari makan,nonton,jalan dan beli buku bersama. Hanya tawa dan ceria. Hingga mereka berhenti di tempat pemancingan umum. Mereka mancing bareng lalu membakar ikan tangkapan sendiri bareng. Semuanya hingga mereka tak dapat makan lagi. Dan karena sudah malam mereka lalu makan es cendol di pinggir jalan. Kenapa ya? Harus es cendol bukan es krim yang bisa buat keadaan yang bisa buat SO SWEET? Ternyata alasannya adalah karena…. Entahlah mungkin hanya Putra yang tahu itu semua.
“Putra… kamu penuh kejutan ya?”
“Ah,biasa aja!”
Senyum dan tawa renyah mereka memang indah sekali di dengar. Sampai Patra melihat mereka berdua. Geram sangat Patra melihat kejadian itu. Ia langsung turun dari sepeda motornya dan ia langsung menghampiri mereka. Tanpa banyak omong terjadi bentrokan kecil antara Patra dan Putra. Hal itu membuat sedikit kegaduhan hingga membuat keributan sehingga mengalirlah buliran air mata Dyan.
“STOOPPPPPP…………………PATRA!!!!!!!! PUTRA…………!!!!!!!!!!!!”
Mereka langsung berhenti begitu saja.
“Dyan…. Sekarang kamu pilih aku atau Putra?”
“Maksudmu apa?”
“Tanya sama Putra!!!”
Patra langsung melemparkan secarik kertas kepada Dyan. Dyan lalu membacanya dan air matanya tambah menderas. Putra hanya dapat tertunduk lesu. Ia mengira surat itu telah di baca Dyan ternyata tidak sama sekali. Dyan yang telah membaca surat itu langsung pergi begitu saja. Patra juga ikut berlari mengejar Dyan. Putra tak tahu harus berbuat apa. Ia langsung pergi dengan mobilnya. Dyan tertunduk lesu lalu Patra datang dan langsung memberikan pelukan hangatnya kepada Dyan yang masih menggunakan seragam itu. Mereka lalu pulang kerumah masing-masing.
*****
Seminggu sudah tiada kabar lagi… kabar tentang Putra. Ia seperti menghilang. Hari ini Patra mengajak Dyan ke RS. Entah apa maksudnya. Dyan mau saja menuruti. Mungkin itu adalah waktu cek upnya. Tapi,tidak. Patra mengajak Dyan ke belakang RS. Dyan tidak mengerti maksud Patra. Patra menatap tajam mata Dyan. Lalu ia membisikan sesuatu ke telinga Dyan. Sebuah kata “Cinta”. Itu membuat Dyan tersanjung. Tapi,semua itu berubah ketika Patra berpaling lalu kembali bertanya membelakangi Dyan yang sedang terpaku.
“Dyan… Ketika cinta di pertanyakan…. Kamu pilih aku atau Putra?”
Dyan lanngsung terperanjat. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan Patra.
“maksudnya?”
“Dy…. Aku tahu kamu masih berusaha cinta padaku… tapi… aku lebih senang kau dapatkan cinta pertamamu..”
“Kak Patra…” dyan langsung berlari memeluk Patra dari belakang. Dan ia langsung berkata,”Aku sayang kakak…” Patra tersenyum lalu ia berkata jua,”Maaf,Dy! Putra lebih butuh kamu…” Dyan bingung”Kakak…”
Patra langsung membawa Dyan ke kamar ICU. Disana ia melihat ada seseorang yang sedang terbaring. Dan ada sepasang orang tua yang berada di sana. Astaga! Orang tua Putra. Ya,memang Putra yang sedang di rawat di sana. Nampak kesedihan melanda orang tua Putra. Lalu,ia melihat dr.Andi berada di sana ia segera mendatangi dokter itu. Sebelumnya,Patra telah berada di ruangan tunggu ICU bersama orang tua Putra dan teman-teman yang mulai datang bahkan para guru juga datang,terutama Pak Sam wali kelasnya.
“Dr.Andi?”
“Nak,Dyan? Apa kabar?”
“Baik…”
“Dokter…. Saya boleh tanya?”
“Ia…”
“Dr.Andi…. kenapa putra?”
“(diam)… Putra….”
Dr.Andi lalu membawa dyan keruangan ia lalu menceritakan apa yang sebenaarnya terjadi. Sewktu Dyan buta dulu sebenarnya Putra sedang mengalami masapengobatan. Ia memderita kanker darah alias leukemia. Ia rajin sekali ke RS. Semenjak bertemu Dyan semangat hidupnya meningkat. Tapi,karena dia sering memaksakan diri ia jadi sering kelelahan. Bahkan demam panas sering menyerangnya. Hemaglobinnya juga mulai menurun drastis pada berapa bulan ini. Kesehatannya semakin menurun. Sendi-sendinya juga menghitam terutama di bagian tangan. Dyan merupakan semangat baru baginya. Namun,entah mengapa Tuhan berkata lain. Penyakit ini terus berkembang dann akhirnya jadi begini. Dyan yang mengetahui semua hal itu langsung menangis sedih. Kakinya seakan lunglai sekali. Atas perijinan keluarga dan dokter Dyan di perbolehkan masuk. Dyan memegang tangan Putra dengan sedihnya air matanya bercucuran. Ia langsung berbicara,”Bangun Putra!” suara raungannya terdengar seruangan itu. Lalu,ia membisikan sesuatu ke telingan Putra, “Ketika dipertanyakan… aku memilih kamu! Walaupun kita jauh dan tak bersatu” air matanya terus berbulir. Nampak juga air mata Putra mengalir…. Sepi… hanya raungan kesedihan yang ada. Tiba-tiba,Putra sadar.
“Dokterrr…..”
“Semua orang masuk ke dalam ruangan…”
“Putra…”
“Mama…. Papa….”
“Ya,sayang!”
“maafkan,Putra. Putra sering bandel.” Orang tua Putra menangis mendengarnya.
“Pak Sam dan teman-teman… terimakasih telah baik kepadaku…”
“Patra…. Nanti kita main futsal lagi ya!” patra hanya tersenyum.
“dr.Andi… terimakasih!”
“Dyan…. Maafkan aku!’’ Dyan menangis dalam peluknya.
Detak jantungnya semakin melemah dan…… teeettttttttttttttttttttttttt…………. Bunyi alat pernafasan itu. Tuhan menjemput Putra. Untuk pergi selama-lamanya. Alat pacu jantung telah di siapkanpun tidak dapat menolong lagi. Hanya tangisan kini yang berada di seluruh ruangan itu… raungan sedih…. Terutama orang tua Putra. Kesedihan saja yang ada dalam ruangan itu. Semuanya terlambat. Teringatlah semua kenangan Dyan dan Puta.
“Dyan…. Itu milik kamu?”
“Ya,boneka kelinci kakek!”
“Nanti kamu pengen jadi apa?”
“Jadi istri kamu aja ya?”
“OH,aku jadi dokter aja. Jadi semua orang bisa aku sembuhkan.”
“Ia….”
Kenangan dulu sekali. Dyan baru tahu selama ini Putra yang lalai karena sakit. Saat ultah Putra ternyata waktu itu dia pingsan di dalam mobilnya. Pak Sam tidak marah padanya karena tahu Putra baru keluar RS dan menjalani masa pengobatan. Kini,semua cita-citanya kandas di tengah jalan. Saat Putra tidak hadir dalam ultah Dyan karena dia sudah sakit. Dan perubahan sikap Patra juga karena,Putra yang sekarat telah menitipkan kebahgiaan dyan pada Tuhan dengan perantara Patra.
*****
Pemakaman Putra berlangsung dengan hikmat. Semua orang sedih sekali. Orang tua Putra memutuskan pindah keluar kota.kesedihan pun masih terasa. Duka ini memang masih terasa oleh pihak sekolah dan hati Dyan.
Setahun kemudian…..
Dyan telah lulus dari SMAnya. Ia mendapatkan penghargaan siswi teladan dari sekolahnya. Ia juga memenangkan beasiswa ke Inggris untuk menjadi seorang dokter. Tantenya juga sudah menikah dengan tunangannya dan kini telah memiliki anak kembar yang sangat lucu. Dua cowok kecil. Hari ini,adalah hari keberangkatannya ke Inggris. Ia di antar dengan tangis bahagia. Patra juga telah datang. Patra kini kuliah di fakultas hukum. Ia ingin menjadi seorang pengacara yang handar seperti ayahnya. Patra juga mengantar Dyan.
“Tante Sita! Om Kevin! Dan dua sepupuku Milky dan Melky semoga kalian sehat selalu.”
“Ia… kamu jaga diri ya!”
“Hmm….Dyan berangkat.” Dari arah pintu masuk ada seorang pria yang berlari dengan ccepat.
“Dyan…”
“Patra….” Mereka langsung saling peluk lalu mencium kening masing-masing.
“Kangenin aku ya!”
“Ia,sayang! Nanti kalo gak aku cari pacar bule aja!”
“Kamu,ya!”
“Hahahaha…..” hanya tawa semuanya saja yang terdengar. Pesawat pun telah datang,kini lambaian tangan dan perpisahan yang ada. Senyum ini pun membasahi semuanya dengan air mata bahagia. Setelah pesawat terbang,Dyan ingat ini adalah peringatan setahun kepergian Putra. Tangisnya mulai mengalir lagi. Mereka teman tapi,tidak memiliki foto satu sama lain. Dyan hanya tertawa. “Setelah kepergianmu…. Aku melanjutkan cita-citamu menjadi seorang dokter… Putra aku harap kamu selalu bahagia. Kamu tidak pernah mau berbagi padaku semua kisah sedihmu namun…Ketika dipertanyakan… aku memilih kamu! Walaupun kita jauh dan tak bersatu. Kakek,ternyata semua katamu benar tentang lapangan itu. Putra,kakek…. Tunggu aku! Aku raih dulu cita-cita di sini sebelum aku kembali kepadaNYA.” Dyan hanya tersenyum lalu mengis. Bahagia kini,ia dengan Patra. Perjalanan ini adalah awal hidup barunya yang tidak akan pernah berakhir jika dia masih hidup. Sampailah ia di bandara setelah melewati perjalanan yang sangat melelahkan. Saat ia bejalan ia menjatuhkan visanya sehingga ia harus mengambilnya. Tapi,Dyan melihat ada kaca mata yang terjatuh. Dan ia mengambilnya ternyata ituu kaca mata seseorang yang sebaya dengannya. Ternyata itu orang wajahnya sangat mirip dengan Putra. Sangat kaget Dyan.
“Put…Putra???”
“I’m sorry. “
“Ya,maaf!”
“Oh,Orang Indonesia juga.”
Setelah mengetahui sama-sama orang Indonesia mereka saling berkenalan. Ternyata nama cowok itu Dedi. Dia mahasiswa angkatan pertama di bidang Ahli Kimia, yang ternyata kampus mereka sama hanya fakultas yang berbeda. Hal ini mengingtkannya pada Putra. Tapi,Dedi ya Dedi dan Putra tetaplah Putra. Dua kpribadian yang berbeda. Tapi,Dyan tetap menjalankan studynya. Ia tahu Patra masih menunggunya.
=== Selesai ====

Kamis, 22 Oktober 2009

misteri liburan

0

ini adalah karangan ku..
Siapa yang tidak kesenangan bila liburan. Termasuk Anggi dan teman-teman sekolahnya. Anggi bersama teman-temannya akan liburan di pulau Dewata yang tak lain adalah pulau Bali yang sangat terkenal dengan kecantikan eksotika wisata penyegar mata. Anggi dan teman-temannya kebetulan mempunyai uang saku lebih sehingga mereka dapat ke Bali. Langit mendung mulai di tapaki matahari yang mulai enggan kembali kedalam peraduannya. Anggi bersiap-siap turun dari rumahnya ia telah siap dengan peralatan yang ada serta baju yang telah disiapkan untuk sepekan di sana. Anggi dan teman-temannya pergi menggunakan trasportasi laut. Ini dilakukan demi menghemat dana yang telah di siapkan selama ini. Anggi telah minta ijin kepada orang tuanya. Ia akhirnya berangkat dengan senang hati. Teman-temannya telah menunggu di pelabuhan Samarinda. Ia pergi berdelapan dengan suka cita. Tepat matahri di atas kepala mereka berangkat. Suasana sedih bercampur senang saat mereka melewati batas akhir sungai Mahakam. Ternyata di balik kabin ada Dani yang sedang memandangi kaki langit bersama Aci sahabatnya. Anggi pun enggan mendekat melihat keakraban mereka. Ia lalu menuju atas dek di sana ia melihat Fahri dan Hany sedang duduk-duduk membaca majalah. Akhirnya karena bosan ia pindah ke buritan kapal. Di sana ia melihat Dedi,Vidya dan Shafa sedang asyik memancing. Ia pun menuju mereka. Ia melihat Dedi yang sedang mabuk laut.
“ Kenapa,Ded….. ???kalah ma cewek…. Masa segini aja udah mabuk!!!!”
“Apaan sieh??? Uekkkk….Uekkkk…. Gi! Aku mabuk karena liat ikan tangkapan Vidya!!!”
“Owh…. Kiraain kalah ma cewe…..”
“Ancrittt…. Masa aku kal….. Uekkkk…ueekkkkkk……”
“Bodohnya Dedi tue…… Shafa ikan tadi mana?”
“Buat apa???”
“Kita liatkan Anggi biar tahu gimana bentuk ikannya….”
“Oke deh…. Vidya nie ikannya…………….”
Anggi yang melihat ikan itu semula biasa saja. Namun,setelah ia pandang dan pandang lagi ia berpikir lalu tersenyum renyah yang sangat manis sekali. Vidya dan Shafa hanya bingung melihat tawanya yang mulai muncul dengan lucunya.
“Napa ???? Kesambet kah???”
“………………..Ooooo…………Aku paham sekarang!!!”
“Apanya????”
“Shafa coba kamu lihat…….”
“…….(senyum)….. ia…. Hahahahaha…”
“Ada apa sieh??? Shafa kenapa kamu ikut ketawa ma kaya Anggi……??? Bingung aku???”
“ Bukan itu Vidya coba kamu perhatikan ……….”
“HAHAHAHAHAHAHAHA……..” Semuanya tertawa lalu Anggi pergi meninggslksan mereka. Yang mereka tertawakan adalah ikan itu ternyata adalah ikan makarel yang di makan lagi sama ikan Pup. Yang memicu tawa mereka adalah ikan pup itu mengembang dan mati . tapi,ikan makarelnya masih hidup sungguh melucukan. Tapi,bagi Dedi semua itu gak ada artinya karena ia mabuk laut. Anggi pergi me haluan kapal ia memandang kaki langit yang mulai memerak kejingga-jinggaan. Huh,dia berfikir ia harus berada di laut selama 30 jam. Dan ia harus bersama Dedi yang mabuk laut begitu. Langit malam penuh bintang mewarnai indahnya malam.
Beberapa puluh jam kemudian…………….
Jam telah menunjukan pukul 3 sore . ia mendapat kabar tidak sampai sejam lagi mereka akan sampai di Bali,pulau yang sangat cantik dan penuh eksotik. Dedi,Shafa,Vidya,Aci,Dany,Fahri,Hany dan Anggi bersiap-siap turun ke dek bawah. Tapi,saat perjalanana menuju bawah Anggi merasa dompetnya tertinggal di kabinnya. Ia pun kembali keatas dan ia ambil lagi dompetnya. Saat melintasi haluan ia melihat beberapa orang yang sedang berkumpul seperti sedang mengadakan ritual. Ia mencoba mendekat tapi sesuata seperti menariknya dan tubuhnya mulai mendingin. Ia tak sadarkan diri. Dan ia pun di kagetkan oleh seorang anak kecil dengan gaun yang sangat indah.
“Kak….Kakak…. Baik-baik aja?”
“…….E….Ehmmmm… eh,ini di mana??? Loh kok aku ada di pantai?”
“Ini namanya Pantai Saba…. Kakak baik aja kan?”
“I….I….Iya….. perasaan aku tadi di kapal dan ….. ya ampunnn teman-temanku…..”
“Oh,kakak jangan khawatir….. “
“Eeee…. Tadi aku ngeliat sesuatu di kapal…. Lalu tubuhku mendingin….”
“Oh,itu! Namanya ritual penenang arwah….”
“Pe….penenang arwah?”
“ Ya…. Karena sebentar lagi akan ada hari Nyepi dan menurut orang Bali roh-roh akan bangkit kembali…
dan roh-roh itu masih menderita karena tidak perrnah di adakannya upacara NGABEN atau selamatan para arwah……. Dan setiap tahun ia akan meminta korban….”
“Seremmm….. Nah,kamu siapa? Kok,tau ceritayang seperti itu???”
“Oh,ya! Namaku Tifanny tapi kakak dapat memanggil saya Tifa. Saya tau cerita itu dari…”
“Anggi….Anggi…. Sadar dong!!!!”
“Dany….. semuanya!”
“Ah,Anggi cemen nieh masa pingsan ketabrak pintu. Coba aku Dedi Cuma mabuk laaut doing!!!”
“Hush…. Kamu gak apa???”
“Kepalaku pusing…. Tapi,tadi aku ada di Pantai dan ….. mana Tifa???”
“Tifa??? Siapa tuh….? Ah,Anggi lama ngejomlo jadinya pingsan nyari cewe….”
“Enggak! Tifa itu anak kecil paling sekitar 8 tahunanlah umurnya….”
“Wah,Anggi suka yang muda…. Ah,sudahlah sekarang kita sudah sampai di penginapan. Kami membawamu ke sini bersama beberapa ABK. Oh,ya semuanya istirahat duulu….”
“Baik Dany!!!!” semuanya menuju kamar masing-masing. Dany sekamar dengan Fahri,Dedi dan Anggi, Aci dan Hany serta Shafa dan Vidya. Jam menunjukan pukul 16.30 langit senja hampir tiba. Mereka semua berniat ke pantai Kuta. Mereka ingin melihat sunset yang indah. Tapi,Anggi masih saja bingung memikirkan hal tadi apakah ini nyata atau tidak. Ah,daripada pusing ia dan teman-temannya pergi menggunakan mobil carteran. Tapi,mereka di beri tahu manajemen penginapan bahwa mereka haruslah pulang sebelum tengah malam karena besok adalah hari raya umat Hindu yakni NYEPI. Mereka berpesan agar tak melanggar ketentuan yang ada. Dengan janji mereka tidak akan macam-macam maka pergilah mereka. Mereka jalan dengan santai. Tampak beberapa ornamen untuk besok telah disiapkan. Mereka mempercepat laju mobil. Tidak terasa 20 menit mereka lalui. Sampailah mereka di pantai Kuta. Sungguh mereka di suguhi kecantikan alam dan indahnya eksotik pantai. Mereka menaruh mobil mereka tepat di samping wc umum. Maklum,kantong anak muda jadi suka yang gratisan. Mereka langsung menyebar entah kemana. 4 cewek-cewek seperti kebiasaan langsung menuju tempat souvenir dan untuk para cowok menikmati minuman sensasi es kelapa yang begitu segar. Tapi gak lama kemudian ada yang berenang di laut dan ada juga yang main di pinggir pantai. Hany,Shafa,Dedi bermain di pinggir pantai. Si Dany unjuk kebolehan berenang di tengah laut. Aci dan Vidya sepertinya agak gila belanja. Mereka menyari barang-barang yang mereka anggap bagus untuk di bawa pulang. Anggi masih duduk di pondok dan menyedot es kelapanya. Didalam benaknya masih berpikir apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Tiba-tiba Dany datang dengan basah kuyup maklum habis berenang. Ia lalu mengambil handuk dari dalam tasnya.
‘Napa? Masih mikiriin yang tadi?”
“Ia….. sebenarnya ada apa ya dengan aku….?”
“GAk tau juga aku….. yang penting kita happy!”
“Ia….. eh,liat yang lainnya udah datang …..”
“ia….. hei lihat! Mari kita lihat sunset yang indah itu….”
“Mari berfoto-foto narsis…”
Mereka semua senang sekali. Mereka lalu makan-makan di tepi pantai mendengar desiran pair membelai angin malam yang mulai mendingin menusuk tulang. Mereka sangat happy. Tapi,kebiasaan Dany muncul ia muli beraksi menggoda para cewe-cewe maou di mana aja pasti selalu tentang cewe. Sampai ia bertemu cewe-cewe bule yang Cuma pake bikini jalan….. ugh,tambah nafsuan tuh snak. Sampai ia menemukan gadis Bali yang sangat anggun lalu ia mengejarnya. Teman-temannya ia tinggalkan dan ia berjanji akan kembali sebelum jam 11 malam ke penginapan. Teman-temannya pun segera pulang Karena jam telah menunjukan pukul 23.32 mereka pulang dengan banyak barang tapi yang menganehkan saat mereka melintasi jalan bercabang mereka bingung ingin melewati jalan yang mana tapi atas keputusan bersama mereka memilih jalur kanan. Jalan-jalan tampak sepi. Kegundahan hati mereka seakan mencekam maklum karena besok NYEPI maka semua wilayah akan sepi. Tiba-tiba,ban mobil mereka seperti melindas sesuatu. Brraakkkk…..
“Kita ngelindes apaan,Ri?” Tanya Shafa ketakutan sehingga ia menggigiti kukunya yang sudah pendek.
“Ia,Ri….! Kayanya kita telah ngelindas sesuatu…” tambah Vidya.
“Maybe….. stone???” kata Aci ikut menambahkan.
“Ri…. Coba kamu periksa….” Perintah Hany ke Fahri.
‘Tue Fahri…. Semua cewe udah ketakutan… ayo kamu bisa!!!” Kata Dedi dengan senyum yang gak renyah-renyah dikitpun malah garing banget.
“Ia….Ia… sabar!!! Aku turun nieh…..’ kata Fahri yang turun dari mobil mengecek keadaan ban.
“Ded….. bannya bocor! Ambil dongkrak ma ban serep di belakang…..”
“Sip BosssS!!!”
Mereka berdua mengambil alih dalam membenahi mobil. Anggi tidak ikut turun karena cowok yang satu ini telah tertidur pulas . maklum ia kecapaian sekali jadi teman-teman sengaja membiarkan dia untuk istirahat, tapi, setelah itu mereka mengganti ban ada rasa angin yang mencekam dingin masuk menusuk tulang yang di selimuti daging. Tiba-tiba mereka mendengar suara tari Kecak. Suara itu semakin kecang diikuti bau dufa yang makin menguat. Mereka sontak ketakutan lalu dengan sigap mereka menancap gas mobil dan Anggi dengan tak sengaja terbangun lalu ia melihat sesuatu dari arah jendela belakang ada papan bertulis “DANGER…. KEEP OUT!!!!!!!” dan ada tulisan “ SELAMAT DATANG DI PANTAI SABA” mata Anggia langsung terperana dan ia langsung mengingat Tifa dan ada sosok bayangan hitam besar ia lihat dan ia tidak dapat berbicara apa lagi dan sekujur tubuhnya gemetaran dan mendingin. Teman-tem,annya hanya heran melihat tingkah laku yang di lakukan Anggi.jam menunjukan pukul 24.52 mereka telah terlambat datang. Saat mereka sampai di penginapan suasana sepi mencekam menyelimuti mereka. Pihak manajemen penginapan tidak menyambut mereka sama sekali. Mereka langsung balik kekamar mereka masing-masing. Tapi,mereka tidak menemukan DAny. Ponsel Dany pun telah mereka coba hubungi tapi selalu gagalo dan gagal tapi karena khawatir mereka perrgi mencari Dany. Pihak penginapan sempat melarang mereka tapi karena kuatnya persahabatan mereka,mereka langgar semua peraturan yang ada. Jam menunjukan pukul 1.12 tapi belum jua menemukan Dany. Saat mereka mencoba berjalan di antara hutan yang lumayan itu tiba-tiba ponsel Hany berbunyi. Dengan gugup dia angkat panggilan itu.
“Hal…Halo? Dan…..Dany? kamu di mana???”
“…….TOLONGGGGG!!!!!!!!!”
“Dan…..Dany…???????????”
“Woahhh…………. Brakkkkk!!!!”
Telepon itu sontak langsung berhenti dengan nada yang sangat menakutkan . mereka yang di dalam mobil hanya bisa terdiam entah apa yang harus mereka lakukan. Merasa frustasi mereka pergi ke kantor polisi. Pengduan pun mereka lakukan demi Dany. Lalu mencari angin segar Hany dan Vidya langsung pergi kebelakang kantor polisi. Yang lain hanya dapat terdiam terpaku sambil menunggu hal yang akan terjadi. Segelas Mocca dan coklat panas yang menemani mereka dengan peluh kian mengucur deras. Tiba-tiba lampu padam. Alangkah terkejutnya mereka yang baru berusaha beristirahat. Teriakan mereka seakan tidak di dengar pihak kepolisian yang berada di sana. Tiba-tiba Anggi melihat cahaya putih yang sangat menyilaukan matanya. Lalu ia segera mengikuti arah cahaya yang sangat menganehkan itu. Ternyata ia bertemu dengan Tifa yang sedang menangis. Ia hendak bertanya pada gadis kecil itu tapi ia di ajak Tifa jalan dengan memegang tangan Anggi dengan sangat erat. Lalu Anggi merasa seperti melewati arus air yang sangat deras dan ia melewati dimensi lain yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya. Ia melihat masa lalu Tifa. Tifa berasal dari Batavia. Ia dikirim orang tuanya dari Batavia demi menyelamatkan diri dari pemberontakan bangsa Indonesia yang menamakan dirinya kaum komunis atau sering di kenal dengan PKI. Kaum yang berada apalagi orang Belanda sangat terancam keadaannya. Saat di kirim dengan kereta kuda bahwa orang di Batavia sedang mabuk dengan arak tapi yang menganehkan adalah yang mabuk orang-orang di Bali pada saat yang bersamaan. Tifa setelah sampai tinggal bersama kakak angkatnya Made Syafira yang sangat cantik ia sangat baik sekali sampai memberikan kalung buatan tangannya sendiri yang di oakai oleh Tifa. Namun, suatu hari ada pesta hari raya NYEPI yang sangat di hormati warga Bali yang menganut agama Hindu. Acara malam ini adalah tari Kecak oleh para bli di Bali termasuk kekasih Syafira Nyoman Wardana. Saat itu tepat malam itu sekitar pukul 21.30 malam upacara adat yang sangat wajib di adakan. Namun tak di sangka malam itu adalah malam yang sangat tragis dan tidak akan pernah di bayangkan oleh semua orang di situ. Pasukan komunis menyerang. Karena yang menghasut mereka adalah teman mereka sendiri maka mereaka mau ikut tanpa curiga sedikit pun. Namun,mereka di suruh masuk ke dalam aliran komunis tapi,mereka menolak karena mereka menganggap ideology kaum komunis sangatlah bertentangan dengan ideologi Pacasila. Dan juga semboyan BHINEKA TUNGGAL IKKA yang dapat mempersatukan semua bangsa se-Indonesia. Mereka mempertahankan kepercayaan pada bangsa Indonesia. Kaum komunis sangat marah lalu mereka membunuh masal para penari kecak dan penari pendet. Syafira tak kuasa melihat kekasih pujaan hatinya di siksa dengan sangat tragis sekali. Lalu di depan kekasihnya Wardana ia di perkosa dengan sadis sampai sehelai benang pun tidak ada di tubuhnya. Kekasihnya menangis dan ia bersumpah akan membalas semua pria yang mengincar para gadis hanya karena kemolekan mereka. Mereka mati berdua dengan keadaan yang sangat mengenaskan sekali.. jasad dan wajah mereka tak dapat di kenali lagi. Tapi,….Anggi ingat wajah Syafira adalah wwajah gadis yang di kejar Dany. Alangakah terkejutnya ia. Ia mencoba bertahan di tempat itu lalu ia melihat Tifa juga berada di situ. Tubuhnya di lilit tali yang sangat besar berupa tambang. Ia di bawa ke tengah laut tapi langsung di buang. Mayat-mayat sisa pembantaian di kubur di 17 pantai Bali yang berbeda namun pantai Saba yang paling dan menjadi saksi cinta sejati Made syafira dan Nyoman Wardana. Dengan sekejap tubuh Anggi serasa dingin lalu ia tak sadarkan diri. Pagi pun tiba dengan cerahnya. Teman-temannya membangunkannya. Fahri mengabarkan hany dan Vidya menghilang sejak semalam. Anggi langsung menceritakan apa yang terjadi padanya semalam. Tapi,tidak ada yang percaya pada dirinya selain Aci.
“Anggi…. Kamu itu sekolah TI…! Kamu tau artinyakan?” kata Fahri menentang argumen Anggi.
“Tapi….. Fahri! Aku lihat itu dengan nyata … bukan mimpi…. Fahri,Aci,Dedi…. Percayalah padaku ….!” Dengan sedikit peluh dingin di wajahnya cowok yang manis itu.
“Aku percaya…. Siapa tahu bener kata Anggi…. Mitos itu mungkin saja benar….Fahri…. Dedi….” Kata Aci memandang mereka lalu menundukan wajahnya yang cantik itu dengan tetesan buliran air mata yang sangat menyedihkan lalu ia memeluk Fahri dengan eratnya.
“Aci…..” kata Fahri dengan tatapan berkaca-kaca.
“Aku benci seemua ini kalian jangan percaya mitos yang begituan….” Kata Dedy yang tiba-tiba angkat suara.
“Tapi……” kata Fahri yang terputus oleh Dedy.
“Fahri…. Bukannya kamu yang bilang kita ini sekolah TI. Sekolah sudah diancungi jempol kehebatannya. Tapi… kenapa kita harus percaya dengan semua ini…? SHIT… kamu sudah terbawa tangisnya Aci…. Kamu memang lemah dengan cewek…. Kamu sama aja kaya Dany!!! Setelah Dany menghilang entah ada kabar apa dia kamu sok ambil alih dengan kondisi yang ada….”
Sontak perkataan itu membuat suasana diruangan yang sepi itu menjadi diam terpaku. Hanya tangisan Aci yang merintih terdengar. Lalu Anggi angkat bicara…
“Ded….Ri…. Aci…. Kita jangan terpecah begini…. Semuanya…..”
“Ia aku tak pernah mengambil alih jadi pemimpin….” Tegas Fahri. Dedy tak kuasa atas itu semua lalu ia lari menuju pantai. Aci,Anggi dan Fahri mengejar Dedy. Dedy lari menggunakan speed boad yang kebetulan ada di pantai. Dengan cepat speed boat itu melaju dengan kencang dan di luar dugaan speed itu mati di tengah jalan. Aci,Anggia dan Fahri hanya diam lalu tiba-tiba ombak besar datang dan speed itu terbalik lalu…. Mesin speed boad itu jalan dan dengan tragis ia mencoba berenang menuju tepi pantai namun sayang kakinya terkait tambang speed boad dan naas mesin speed boad kembali menyala dan dengan tragis serta di saksikan dengan temannya Dedy terpotong-potong dengan tragis. Sungguh mengenaskan sekali, kematian yang harus disaksikan steman sendiri. Aci tak kuasa ia langsung pingsan di tempat tepat di pelukan Fahri. Fahri hanya dapat menangis dan Anggi menganggap liburan ini adalah liburan yang sangat menyedihkan dalam hidupnya. Saat Fahri menggendong Aci,Anggi masih melihat Air laut yang telah berubah menjadi merah karena darah. Fahri lalu mengajak Anggi kembali ke kantor polisi namun,saat berbalik mereka berjalan mereka melihat mayat Dany berlumuran darah dengan ulat dan bau yang sangat busuk menusuk indera penciuman mereka. Anggi dan Fahri langsung muntah dengan tak kuasa lagi. Mereka semuanya langsung tak sadarkan diri lagi. Lorong putih yang di lalui Anggi seakan kian mendekat dengan matanya. Lalu ia tersadar dengan kaget. Ia sekarag berada di rumah sakit. Di sampingnya ada Aci dan Fahri yang terbaring lemah dengan bantuan oksigen.
“Teman-teman…….. ough…” kata Anggi dengan terbata-bata menahan rintih sakit dadanya.
“Nak,sabar ya! “ kata seorang dokter yang kira-kira usianya telah setengah abad bersama seorang suster di sampingnya.
‘Dok… teman saya….” Tambah Anggi dengan sakit luar biasa yang di deritanya.
“Teman-temanmu sekarang sudah selamat… Tapi,Dany di temukan tewas dengan cakaran yang banyak di tubuhnya di perkirakan karena binatang buas.”
“Dany…..” Anggi langsung menangis tersedu-sedu.
“Terus Dedy… jasadnya sudah tidak utuh lagi…. Dan sekarang….”
“Dedy….” Tangis yang kian memilukan.
“Dan dua temanmu lagi……”
“Hany dan Vidya….??? Dokter mereka juga kenapa???” Tanya Anggia yang sangat penasaran dengan itu semua.
“Mereka …. Dengan berat hati kami sampaikan… teman-teman kalian yang lain juga telah tewas dengan kondisi yang mengenaskan. Tubuh mereka tercabik dan gosong akibat aliran listrik…..”
“Shafa……” dengan nada halus. “Dok,adakah Shafa di dalam daftar korban yang anda temukan???” tambah Anggi dengan kebingungan. Awalnya dokter itu diam seribu bahasa lalu ia menjawab dangan nafas di hembuskannya. “ Kami tak tahu tentang nasib temanmu yang satu itu.” Kata dokter itu langsung pergi bersama suster itu. Lalu ia menangis meraung-raung. Tiba-tiba,sang suster yang tadi datang dan menutup semua jendela. Lalu,dengan heran Anggi pun bertanya kepada suster itu.
“Sus… apa yang sebenarnya terjadi?”
“maafkan saya… saya harus menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi….”
“Maksud suster? Saya tidak paham…?”
“Begini…. Kalian telah melanggar peraturan di sini dan para roh dewata telah marah atas itu semua. Dany temanmu mati karena,…. Dia mengincar gadis-gadis cantik dengan body yang aduhai… namun,saat ia mengincar Gadis Bali ia salah… ia bertemu dengan Made Syafira yang sedang menyamar. Saat ia di bawa ke pantai terlarang ia di serang oleh sumpah kekasih sang dewi,Nyoman Wardana. Dengan berubah wujud menjadi anjing ia menyerang Dany hingga tewas. Lalu kedua temanmu hany dan Vidya ia tewas di bawah pohon kelapa karena pakaian mereka yang tak senonoh dengan memarkan aurat pada hari NYEPI. Sungguh kalian telah melanggar peraturan yang ada…. Lalu Dedi ia tewas di dalam air karena dalam Nyepi tak boleh ada yang berenang. Sedangkan Shafa… aku tak tahu tentang dia…..”
“teman-teman…......... mengapa liburan kita jadi hancur begini? Aku salah…..” menangis dengan sedihlah Anggi. Tapi saat ia hendak bertanya lagi suster itu menghilang entah kemana. Betapa terkejutnya ia yang berada di situ. Anggi hnaya diam seribu bahasa. Fahri dan Aci pun sadar sekitar 10 menit kemudian.
“Awww……… kepalaku sakit…..” Kata Aci yang baru terbangun dari pingsanya.
“Aci…. Kenapa kita di sini?” Tanya Fahri.
“Aku gak tahu! Tanyalah ke Anggi.”
“Anggi… sebenarnya apa yang telah terjadi…???”
Anggi hanya diam seribu bahasa karena shok atau entah apalah. Lalu Anggi menangis lalu ia tertawa. Sungguh menganehkan dan membuat bingung semua temannya. Fahri mencoba bertanya kembali dan ….
“Anggi….??? Kamu gak apakan???”
“……………..”
Ia hanya tersenyum lalu menangis lagi. Fahri menyadari betapa terpukulnya Anggi. Tapi,Aci tidak tahan dengan itu semua lalu ia bertanya dengan tangis yang memilukan.
“Anggi……….. katakana yang sebenarnya!!! Kami juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi…. Kita teman… kenapa kamu begitu?”
“Aci…… Anggi lagi terpukul….”
“Diam,Fahri! Aku mau tau bagaimana gentle-nya dia sebagai lelaki sejati yang hampir dewasa…”
Anggi lalu angkat bicara dengan awalnya terbata-bata.
“Ini…. Ini semua salahku…. Aku tidak melarang kalian saat kita jalan di sini…. Pihak hotel juga kita acuhkan… kita telah melanggar peraturan disini. Maafkan aku…. “
“Anggi…………”
Ruangan itu jadi diam tidak ada kata-kata lagi yang keluar dari semua mulut mereka yang semula menjadi amarah yang sangat besar. Hanya suara tangis pilu saja yang terdengar dari kamar itu. Mereka di suruh oleh pihak rumah sakit untuk tidak keluar selama hari ini. Mereka menunggu dengan was-was. Malam pun menjelang tiba, mereka mencoba untuk tidur tapi hanya Fahri dan Aci saja yang tertidur pulas karena meminum obat penenang yang di berikan pihak rumah sakit. Anggi tak dapat tidur,lalu ia mendengar suara langkah kaki kecil dengan lonceng. Karena penasaran ia mengikuti langkah kaki itu lalu ia melihat Tifa dengan kalungnya yang berbentuk lonceng. Ia lantas mengikuti Tifa menuju lorong rumah sakit lalu Tifa tiba-tiba menghilang dan tepat di ujung lorong ia melihat Shafa. Ia ingin menegur tapi… ia melihat Shafa mengenakan gelang kuning seperti orang yang mengadakan ritual di kapal. Lalu ia bertanya pada Shafa yang diam di sana.
“Shafa? Kamu kah itu???”
“Anggi? Tolong aku… “
“Ada apa?”
“Jangan mendekat….’’
“Ssha….???? Shafa???”
“Anggi…. Teman-teman maafkan aku…. Aku yang membangkitkan para roh yang terdahulu. Aku iseng saat di kapal…. Lalu tak sengaja aku menumpahkan sesajen penenang arwah…”
“Shafa… kamu kenapa?”
“Tapi…. Aku juga harus menyerahkan diriku sebagai tanggung jawab ini…. Maafkan aku…..”
“Shafa……………”
Shafa lalu pergi dengan cepat bak di telan ombak. Tifa tersenyum pada Anggi lalu ia memberikan kalungnya pada Anggi. Lalu Anggi tak sadarkan diri.
Langit mendung mengantarkan Aci,Anggi,dan Fahri dalam perjalanan pulang. Hiderasi yang mereka rasakan kini telah sembuh setelah 2 hari di rawat di rumah sakit. Saat mereka berdelapan, kini pulang bertiga. Kesedihan melanda mereka. Langit berkabut sungguh menyelimuti perasaan mereka. Tapi saat Fahri dan Aci sarapan di atas kapal,Anggi memilih di buritan kapal untuk menenangkan diri. Ia berpikir semua yang menimpa mereka adalah kesalahan mereka. Tiba-tiba, ia melihat arah pantai semua temannya berdiri memandanginya. Alangkah terkejutnya ia. Lalu kalung Tifa ia pegang dan ombak tiba-tiba menerjang mereka. Semua penumpang kapal ketakutan. Tubuhnya juga terasa bergoyang seperti di dorong-dorong oleh benda yang sangat besar ia tak kuasa lagi atas dirinya.
“Anggi……Anggi???”
“……E….Em……..?????????????????”
“Anggi ada pak Ramli….. !!!!!!!!!!”
“Pak Ramli????”
“Ia…… tadi kamu ketiduran….. ku biarin deh!”
“Tidur? Berarti semua itu hanya mimpi….?”
“Mimpi??? Kamu ngomong apaan sieh? Aku gak paham! Cepat selesain tugasnya pak Ramli….”
“Dan….Dany….. cubit aku!!! Aku ingin tahu…. Yang tadi Cuma mimpi…”
“Ia deh…..”
“Aw…. Sakit…. Bener… ini Cuma mimpi….”
Anggi lalu memandang semua temannya dan semuanya komplit termasuk Shafa. Saat Shafa menoleh padanya ia tersenyum manis. Lalu,ia melambaikan tangannya. Ah,betapa kagetnya ia melihat gelang Shafa yang sama persis dengan yang di lihatnya lalu ia lihat pergelangan tangannya. Ups… kalung Tifa ada padanya dan lonceng mungilnya masih berbunyi. Ia bingung apakah ini mimpi atau apa. Bel berbunyi tanda istirahat, ia lalu duduk-duduk di kantin.
“Anggi???”
“Ya??? Ada apa Dany?”
“Jadi,gak? Kita ke Bali….. yang lain juga udah mau! Uang saku juga udah punya banyak…..”
Anggi yang mendengar itu langsung tersedak teh hangat yang di minumnya. Sontak ia berkata,”JANGANNNN!!!”
“Ke….Kenapa?”
“Bukan… bukan itu maksudku… kita gak usah ke Bali. Kita ke Balikpapan aja… Kan Balinya KAL-TIM.”
“Bukannya kamu dulu yang ngotot dulu?”
“Ah,gak apa….”
“Ya,deh….’’
Anggi dan teman-temannya membatalkan liburannya ke BALI dan memilih BALIKPAPAN. Persahabatan mereka tak pernah pudar. Tapi,yang masih membinngungkan Anggi adalah sebenarnya kejadian itu nyata atau enggak? Siapa peduli yang penting kejadian yang teragis itu tidak akan pernah terjadi atas mereka. Anggi menyimpan cerita itu sendiri.

*****TAMAT*****